Pelatihan Kapasitas CKK & CAKAP |
Gambaran Umum
• Deus Caritas Est (Allah adalah Kasih)
• Ensiklik pertama dari Paus Benediktus XVI, 25 Januari 2006. Sebagian isi berasal dari tulisan-tulisan Paus Yohanes Paulus II.
• Bagian I: Filosofi-teologis tentang kasih.
• Bagian II: Karya amal kasih Gereja.
• Mewujudkan keadilan sosial adalah kewajiban!
• Sangat penting bahwa kegiatan amal kasih Gereja mempertahankan seluruh terang cahayanya dan dalam hubungan dengan badan lain tidak luntur menjadi sekedar bentuk lain dari lembaga bantuan sosial belaka. Lalu apakah yang merupakan unsur-unsur pokok dari amal kasih Kristiani dan gerejawi? (DCE 31)
• Mengikuti teladan dalam perumpamaan Orang Samaria yang Baik, amal kasih Kristen pertama-tama merupakan tanggapan sederhana pada kebutuhan mendesak dan situasi spesifik: memberi makan yang lapar, memberi pakaian yang telanjang, menyembuhkan yang sakit, mengunjungi yang dipenjarakan, dsb. (DCE 31a)
• Organisasi amal kasih Gereja, mulai dengan yang termasuk dalam Caritas (tingkat keuskupan, nasional dan internasional) niscaya bekerja sekuat tenaga untuk memberikan sumber daya dan terutama tenaga yang diperlukan karya ini. (DCE 31a)
• Pribadi-pribadi yang peduli pada sesama yang kekurangan dalam karya kasih Gereja pertama-tama haruslah mempunyai kompetensi profesional: mereka harus terlatih dalam tugas mereka dan terampil melakukannya, serta punya komitmen yang berkelanjutan. Tapi profesionalisme saja tidaklah cukup. Kita mengurus manusia yang lebih dari soal keahlian teknis membutuhkan sikap manusiawi. Mereka membutuhkan hati. (DCE 31a)
• Maka selain profesionalisme, pelaksana karya amal kasih Gereja juga perlu “pembinaan hati”: mereka perlu diantar menjumpai Allah dalam Kristus yang membangun kasih mereka, membuka jiwa mereka pada orang lain, hingga bagi mereka kasih tidak lagi perintah yang diterima dari luar, melainkan konsekuensi yang berasal dari iman yang bekerja melalui kasih (bdk Gal 5:6). (DCE 31a)
• Kegiatan amal kasih Kristen juga harus bebas dari partai dan ideologi. Kegiatan amal kasih Kristen bukan sarana untuk mengubah dunia secara ideologis, juga bukan demi kepentingan yang bersifat duniawi, tetapi suatu cara menghadirkan kasih yang diperlukan manusia kapan saja dan di mana saja. (DCE 31b)
• Kita memberi sumbangan kepada dunia yang lebih baik hanya dengan tindakan baik sekarang, dengan komitmen, kapan saja ada peluang, lepas dari strategi dan program partai apa pun. Program Kristen – program Orang Samaria yang Baik, program Yesus – adalah “hati yang melihat”. Yang tahu kapan kasih dibutuhkan dan bertindak. (DCE 31b)
• Terlebih lagi, amal kasih jangan dijadikan alat melakukan apa yang disebut proselitisme. Kasih itu cuma-cuma: jangan dijadikan cara untuk mencapai tujuan-tujuan lain (Kongregasi para Uskup, Pedoman Pelayanan Pastoral Uskup Apostolorum Successores, 22 Februari 2004, art 196)
• Pelaksana amal kasih atas nama Gereja tidak boleh memaksakan iman Gereja pada orang lain. Mereka harus tahu bahwa kasih yang murni dan cuma-cuma sudah menjadi kesaksian akan Allah yang mendorong kita melakukan kasih. Orang Kristen tahu kapan harus berbicara tentang Allah dan kapan harus diam dan membiarkan kasih sendiri yang bicara. Allah adalah kasih. (DCE 31c)
• Gereja sebagai keluarga Allah harus menjadi tempat di mana pertolongan diberikan dan diterima, dan sekaligus tempat di mana orang disiapkan untuk juga melayani sesama di luar Gereja yang membutuhkan pertolongan. (DCE 32)
• Belakangan dokumen Pedoman Pelayanan Pastoral Para Uskup membahas dengan lebih rinci dan mendalam tugas amal kasih sebagai tanggungjawab yang dibebankan pada Gereja seluruhnya dan pada masing-masing Uskup di keuskupannya (Apostolorum Successores, art 193-198) dan menegaskan bahwa pelaksanaan amal kasih adalah kegiatan Gereja seperti pelayanan Sabda dan Sakramen (DCE 32)
• Kesadaran bahwa Allah sendiri telah memberikan diri pada kita sampai wafat, haruslah mengilhami kita agar hidup bukan demi diri sendiri saja, tapi juga untuk sesama. Barangsiapa mengasihi Kristus mengasihi Gereja, dan tentu menginginkan Gereja makin menjadi wajah dan sarana kasih yang mengalir dari Kristus. (DCE 33)
• St Paulus dalam madah kasih (1Kor 13) mengajar kita agar selalu memberi kasih, lebih dari kegiatan saja: “Sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikit pun tidak ada faedahnya bagiku” (1Kor 13:3). Madah ini niscaya merupakan Magna Carta bagi pelayanan kasih gerejawi. (DCE 34)
• Dalam berbagi pada sesama yang kekurangan dan menderita, cara yang kulakukan haruslah cocok bagiku dan bagi mereka: jangan sampai pemberian itu menjadi penghinaan bagi sesama, maka yang kuberikan bukan milikku saja, tetapi juga diriku sendiri: aku secara pribadi harus hadir pada apa yang kuberikan. (DCE 34)
• Cara pelayanan yang tepat pada sesama haruslah rendah hati. Yang melayani tidak merasa lebih hebat dari yang dilayani. Kristus memilih tempat yang hina di dunia – Salib – dan dengan kerendahan hati yang radikal Ia menebus kita dan datang untuk menolong kita. (DCE 35)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar